rss

Kelopak-kelopak mawar yang masih segar serta bunga-bunga kemboja yang menebarkan haruman indah langsung menelusup masuk kerongga hidung. Aku hanya tersenyum, dan cepat-cepat ingatanku melayang-layang kewaktu lalu. Waktu dimana hanya ada kisah-kisah hitam yang selalu terpalit dalam perjalanan langkahku. Tidak sedikit dari kisah itu yang membuat aku kesal dan menyesali akan takdir yang harus aku lalui dan jalani. Mungkin orang menilai aku gila dan tidak mempunyai rasa, namun itulah hakikatnya. Aku sedikitpun tidak menyesali kisah-kisah silamku yang selalu terlakar hitam. Kehadiranmu, ya kehadiranmu membuat aku benar-benar hidup dan bangkit sekali lagi dari waktu-waktu sesak yang kelam.



Disaat pisau pencukur sedikit lagi mengelar pergelangan tanganku sendiri, kamu cepat-cepat hadir entah dari mana memelukku dan langsung membuang pisau itu jauh-jauh. Aku masih ingat waktu itu, hujan renyai-renyai membasahi tubuhku. Aku berjalan sambil menangis terisak-isak, fikiranku kacau, jiwaku dihiris tipis-tipis, kewarasanku entah melayang kemana. Aku hanya ingin pergi jauh-jauh dari muka bumi ini. Menatap mentari terbit pagi esok juga aku tidak ingin. Hujan malam ini benar-benar membuat aku menggila. Fikiranku benar-benar dirasuk bisikan iblis yang menyuruh aku menyegerakan perbuatan yang paling dikeji. Aku hanya ingin bunuh diri!


Aku benci mengingat kejadian siang tadi, lelaki yang benar-benar aku cintai dan harapkan untuk membahagiakan sebahagian dari kehidupanku ternyata lelaki yang tidak berguna. Tidak lebih dari najis yang menjijikkan! Berpura-pura simpati akan nasibku, menaburkan cinta dan sayang, memberi kebahagiaan ternyata palsu dan dusta! Ah.... aku jijik melihat dia yang enak bermesraan dengan perempuan itu. Hancur benar sebahagian jiwaku, bahkan seluruhnya benar-benar berkecai. Saat dia menyadari kehadiranku dimuka pintu kamarnya, dia hanya tersenyum sinis dan berkata "Kamu boleh pergi kalau kamu mau ". Arghhh..... aku benar-benar kecewa. Akal fikiranku benar-benar dilutut waktu itu, aku ingin melemparkan apa saja tepat kemukanya. Aku segera mencapai pasu yang ada di sebalik pintu lalu melemparkan kearahnya. Dia sempat menepis lalu bangkit dan menampar wajahku dan menendangku. Aku dibuat tidak lebih seperti seekor haiwan jijik yang merempat.


Aku keluar dari tempat najis itu, sambil berlari dalam hujan dan menangis tidak ubah seperti orang gila. Aku segera masuk ke sebuah kedai dan membeli pisau cukur. Aku hanya mau bunuh diri! Hanya itu yang bermain dikepalaku. Dalam keadaan yang kebasahan, aku masuk ke sebuah restoran dan langsung menuju ketandasnya. Orang-orang melihat aku kehairanan. Lama aku menangis sendirian didalam tandas, menangis dan terus menangis. Meratapi semua kisah hidupku. Sedari kecil aku hidup tanpa ibu. Ayahku bernikah lain dan ibu tiriku selalu menderaku. Beberapa tahun kemudian ayah kandungku meninggal dunia dan ibu tiriku bernikah lagi. Aku benci tinggal dirumah itu. Aku benci dengan suami baru ibu tiriku yang selalu mencoba untuk memperkosaku. Aku benci dengan ibu tiriku yang mencoba untuk menjualku sebagai pelacur. Hidup benar-benar kejam. Apakah kerana aku seorang perempuan aku bisa dibuat seperti sampah. Akhirnya dalam desakan-desakan yang seperti ini datang dia, lelaki najis yang kufikirkan malaikat penolongku ternyata sama seperti mereka-mereka yang pernah hadir dalam hidupku. Aku hilang motivasi untuk hidup, untuk apa lagi aku hidup? Akal fikiranku benar-benar dilutut, aku langsung meletakkan pisau cukur itu kepergelangan tanganku dan coba mengelarnya. Dan saat itu hadir dirimu..........


Peristiwa itu selalu segar dalam ingatanku, dan gara-gara peristiwa itu aku harus menikah denganmu. Entah dari mana sesaat kamu memelukku, datang sekumpulan orang-orang yang tidak kukenali langsung membawa kita kesebuah tempat. Disitu kita dikatakan bersalah kerana berkhalwat. Aku coba menjelaskan segala-galanya dan kamu hanya diam waktu itu. Aku tidak bisa mengagak apa yang ada difikiranmu, aku sedikitpun tidak mengenalimu. Namamu, usiamu, latarbelakangmu dan siapa kamu sedikitpun tidak aku tahu. Tapi inilah hikmah... dan setiap kejadian selalu saja ada hikmahnya. Kita akhirnya menikah, segala-galanya terasa begitu pantas. Aku tidak mendengar lafaz akad nikah kau ucapkan semuanya terlalu cepat, aku menjadi isterimu yang sah dan kamu adalah suamiku yang sah. Saat itu aku benar-benar telah terjatuh dalam sebuah permainan kehidupan, selepas satu kejadian datang lagi satu kejadian yang benar-benar membuat aku sesak, dan aku harus menikah dengan seorang lelaki tidak aku kenali yang mencoba untuk menyelamatkan aku dari bunuh diri! Lelaki itulah kamu......suamiku, yang benar-benar membuat aku bangkit dari masa lalu yang kelam dan membuat hidup ini menjadi terlalu indah.


’Cinta bisa tumbuh kerana telah terbiasa’, aku akui kalimat ini sememangnya adalah kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan kebenaran tentang rasa cintaku yang hadir untuk suamiku, semakin hari aku bersamanya, aku mengenalinya, tingkah-lakunya dan semua sifat-sifatnya benar-benar membuat aku jatuh cinta padanya. Dia mengajarkan aku banyak perkara, aku merasa seperti seorang bayi yang baru saja dilahirkan didunia ini, aku menjadi lupa pada kisah-kisah dan masa laluku yang hitam kelam. Dia benar-benar membuat aku bangkit menjadi seseorang di muka bumi ini. Sesungguhnya aku benar-benar berterima kasih dan bersyukur kerana tuhan telah menemukan aku dengan seseorang yang sepertinya.


Aku selalu terbayang akan wajah suamiku yang selalu bercahaya, saat menatap wajahnya akan selalu ada rasa ketenangan yang mengalir laju keseluruh ruang paru-paru. Dia bisa mencintai aku dan menerima aku apa adanya, dia benar-benar tulus mencintaiku. Tuhan, dia begitu sempurna dimata dan hatiku. Dahinya yang luas dan bersih benar-benar membuat aku selalu rindu padanya. Wajahnya selalu terlihat basah dan bibirnya selalu merekah kemerahan. Tuhan, dia benar-benar sempurna dimata dan hatiku. Kadang-kadang aku merasakan seperti sedang berada dalam alam mimpi, mimpi yang begitu indahnya, sesungguhnya aku tidak berhak untuk merasai keindahan seperti ini. Sejak kecil aku dilahirkan sebagai seorang islam, namun aku tidak pernah tahu apa arti islam, apa tugasku, apa tanggungjawabku sebagai seorang islam, aku benar-benar jahil dalam semua ini. Seumur-umur hidupku, aku tidak pernah tahu bagaimana berwudhuk, bagaimana menunaikan solat. Ya, aku sama sekali tidak pernah didedahkan dengan ilmu agama sedari kecil. Aku benar-benar kelam dan kosong, masa laluku begitu jahil dan gelap.


Tuhan menghantarkan dirimu kepadaku, darimu aku tahu apa itu islam, apa itu muslim dan apa tanggungjawabku, aku bersyukur kerana telah dikeluarkan dari kegelapan ini. Maha suci Allah yang selalu melimpahkan rasa kasihnya pada pelusuk alam ini, syukur atas semua karuniaMu, Allah.


’Duhai isteriku’. ’Iya’, jawabku. ’Isteriku’. ’Iya’, jawabku untuk kedua kalinya. ’Isteriku’. ’Iya suamiku’, jawabku untuk ketiga kalinya, dan dia pasti akan tersenyum lebar, dan aku akan ikut tersenyum bersamanya. Aku tidak tahu kenapa dia selalu akan memanggilku dengan perkataan ’isteriku’ sebanyak tiga kali, saat kali ketiganya dia pasti akan tersenyum dan mengucup dahiku. Sungguh indah dan dalam perasaan yang kualami. Ya Allah, berikanlah setinggi-tinggi nikmat dan karunia buat suamiku sepertimana yang telah kau karuniakan buat para sahabat dan para ahli ulama, dan tentera jihad yang berada dijalanMU, kasihilah dia dan lindungi dia dari azab seksa kubur dan azab seksa api neraka, ampuni segala dosa-dosanya dan permudahkanlah segala urusannya didunia dan diakhirat.


3 tahun menjalani hidup bersamanya benar-benar tempoh yang penuh arti bagiku, aku mengagumi kebijaksanaannya dalam urusan kerjanya, dia benar-benar seorang suami yang hebat dan bertanggungjawab. Tidak mungkin ada lagi makhluk yang bisa menggantikan tempatnya dalam hatiku.

Dia begitu istimewa dan merupakan anugerah yang begitu indah yang hadir dalam hidupku.


Aku masih ingat saat pertama kali kita diijabkabulkan, ibu mertuaku benar-benar benci melihatku, suamiku terus berusaha untuk meyakinkan ibunya bahawa ini semua adalah takdir dan memang antara aku dan suamiku telah terikat benang-benang jodoh. Pernah aku dianggap seperti wanita kotor yang cuba merasuki hidup suamiku oleh ibunya, namun akhirnya semua itu hanya tinggal sebuah cerita masa lalu, dan kini setelah 3 tahun berlalu, ibunya menjadi sebahagian dari keindahan yang hadir dalam hidupku, dari ibunya aku bisa merasakan kasih sayang seorang ibu yang selama ini tidak pernah aku dapatkan. Segala-galanya berlalu begitu pantas.


Hari ini, selepas 3 tahun usia pernikahan kita, aku melihat ibumu dan adik-adikmu menangis terisak-isak di dalam kereta disatu sudut jalan. Teman-teman yang lain dan sanak-saudara sudah hampir sejam yang lalu pergi meninggalkan tempat ini. Aku masih tidak bisa berganjak dari sini, sambil menahan sebak dan tangis yang cukup dalam, aku mengusap ukiran nama indahmu di permukaan marmar putih bertinta emas dihadapanku, Muhammad Darwis.... namamu akan selalu melekat dijiwa selama tubuh ini masih bernyawa. Semuanya terlalu singkat, namun 3 tahun ini akan selalu menjadi kekuatan dalam hidupku sampai waktu berakhir. Semoga mawar merah ini akan selalu mewangikan tempat persemadianmu sampai aku kembali lagi disini bersama untaian doa-doaku buatmu yang takkan pernah padam berserta mawar merah yang selalu kamu berikan padaku dulu, kini aku akan melakukan hal itu padamu.... mawar merah bersama doa akan selalu ada buatmu suamiku.


Kakiku melangkah berat meninggalkan tanah merah yang masih basah mewangi, tanganku mengusap-usap perlahan perutku yang kian membesar. Suamiku, saat buah cinta kita lahir kedunia ini nanti, akan ku ajarku padanya semua yang pernah kau ajarkan padaku selama ini. Cinta dan keikhlasanmu akan selalu terbawa dalam seumur hidupku. Air mataku mengalir lagi.......



Oh malam, selamatkan aku
dari rasa sepiku
yang selalu datang
di setiap tidurku

Oh waktu, berikan aku
apa yang kurasakan
yang selalu kurindukan
arti hadirnya dirimu

Bawakan aku bunga
tak seperti mereka
berikan ku cinta
yang selalu berbunga

Bawakan aku bunga
tanda kasih setia
berikan ku cinta
untuk selamanya .....

1

Jam sudah menandai 8.00 pagi masih menunggu awak di dalam sebuah bilik di pintunya Syed Ali Al Husni Penolong Pegawai Penguatkuasa, sambil berdiri awak memerhatikan lukisan-lukisan yang bergantung di dinding menarik dihati untuk menatap satu keping gambar tertulisnya “ayahanda” di bawah gambar itu, “Ada apa dengan dengan gambar itu?” bisik jiwa awak yang sesekali tidak tenteram setelah beberapa tahun bergelar graduan masih bekerja sambilan yang tidak setaraf dengan kelulusan. Awak berkelulusan Ijazah sarjana muda Universiti Malaya meminati kesusasteraan dan kesenian.

Awak menghempaskan punggung dengan deras di atas kerusi yang empuk yang tertampal sticker “HAK KERAJAAN MALAYSIA”.

Awak diberikan beberapa buah buku oleh Syed Ali tentang ilmu-ilmu mahkrifah. Secara improvisasi awak mencapainya dengan bersahaja, awak berkerut dahi,

“Kenapa buku ini?”

“Kenapa tidak duit?” awak merungut di dalam hati

Awak memerhati tingkah laku Syed Ali, matanya bergerak-gerak melilau ke atas ke bawah di dahinya terdapat 2 tanda hitam menunjukkan dia selalu sujud bertemu tuhan di tengah malam kebarangkaliannya, hati awak berkata bersendirian secara sopan “ Kau ni rajin betul lah “

Syed Ali menujukan kata-kata kepada awak

“Allah berfirman dalam surah Al –Baqarah ayat 256 yang bermaksud”

“Maka barang siapa yang ingkar kepada (berhala) dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada tali yang kuat yang tidak ada putusnya dan allah itu maha mendengar dan maha mengetahui”

Awak hanya mampu tersenyum selamba dengan menadap telinga yang kembang tahi lalat di telinga menandakan semakin kembang telinga awak.

“ Zaman sekarang masih ramai manusia memilih jalan yang buntu sehingga mereka terjerumus ke dalam kesesatan dan tidak berhasil ketemua jua jalan kebahagian dan keselamatan yang hakiki”

“awak tau tak”

“lagi pun di dalam dunia yang fana ini yang penuh pancarobanya terdapat 7 golongan manusia dan hanya satu golongan saja yang akan memasuki syurga iaitu golongan yang mengamalkan amalan mengikut Al Quran dan sunnah Nabi”

Panjang lebar Syed Ali memberikan ceramahnya di dalam bilik agak sempit itu lagi menyempit. Awak mengaru-garu kepala yang tidak gatal, begitu lah sikap awak sejak dulu lagi jika awak tidak memahami apa topik yang di bincangkan.

Awak hanya mengiakannya dengan hanya menggangguk-angguk kepala saja, bahawa awak setuju apa yang dikatakan oleh Syed Ali.

Awak membuka mulut

“Daripada mana datangnya guru untuk belajar tentang ilmu-ilmu makrifah”

Soalan bodoh-bodoh yang awak kemukan setiap ada perbincangan tidak kira ianya secara formal ataupun tidak. Kali ini awak hanya mahu mengenal pasti saja.

“Sesungguhnya Allah telah meberikan kepada manusia beberapa anggota bdan, daya dan upaya kita harus berusaha dan mencarinya, setelah mencarinya kita hanya berserahkan saja sepenuhnya kepada Allah kerana katanya usaha adalah yang sangat subjektif dan satu bentuk manifestasi kesyukuran manusia kepada Allah”

Menjadi tidak keruan awak, perasaan tidak puas masih berbuku di hati, merenung matanya sekali - kala, bila Syed Ali juga membungkam mata kepada awak, awak mengalihkan pandangan ke arah komputer di atas meja, berselerakan beberapa buku agama, barangkali buku-buku itu menjadi temannya semasa waktu lapang. Syed Ali membelek-belek buku “Amalan Zikrullah” helaian demi helaian.

Awak masih berfikir-fikir lagi dengan hujahnya dengan baik sekali untuk membernaskan kotak fikiran. Benak awak penuh keserabutan, penuh kekomplekan yang sangat extreme tika ini. Kotak-kotak fikiran awak amat kosong tidak boleh berhujah langsung sama sekali hanya mampu menanya beberpa soalan bodoh-bodoh saja.

Tetiba Syed Ali mengangkat kertas yang tertulis dengan tulisan tangan dan tunjukkan kepada awak, awak segera memerhatikan ayat-ayat tersebut dan cuba memahaminya dengan jiwa kosong ini barangkali tidak menemui jawabannya

“ Inilah kitab (Al-Quran) yang tepat ayat-ayatnya, kemudian diberi penjelasan, datang dari tuhan yang maha bijaksana dan maha tahu”

“Memang selalu orang ramai tidak memahaminya, kerana rata-riti orang melayu hanya tahu membacanya namun tidak dapat memahami di sebalik tafsirannya”

“Kelak nanti awak janganlah hanya dapat memandunya dengan naluri saja nanti awak pasti akan terkeliru dan menemukan jalan buntu dan kesesatan dalam perjalanan yang penuh liku-liku untuk menunggu kata dari tuhan dan seterus menuju menemui tuhan” bicaranya

Sebenarnya awak mengetahui Syed Ali telah mengamalkan satu peramalan tarekat melalui pengamatan awak terhadap tingkah laku Syed Ali tempoh hari tika mengunjungi ke rumahnya di Setapak tapinya awak merasa sangsi atau sekadar mengatakannya secara kebarangkaliannya awak tidak berapa mengetahui apakah nama peramalan yang di amalkannya, secara jujur awak tidak apakah nama tarekat yang di amalkan?

Semasa di unversiti tidak lama dulu, awak pernah di ajak beberapa ahli surau yang sinonim oleh budak-budak U dulunya, sebagai “ahli tabligh”.

Daun pintu telah diketuk beberpa kali

“ Assalamualaikum” awak membuka daun pintu

“Ana mahu ajak anta ke surau untuk berusrah” kata salah seorang ahli tabligh

“Insyallah” awak menjawab ringkas

Seingatnya awak pernah membaca beberapa rencana mengenai tarekat, tapi entah bila ianya disiarkan yang pastinya awak pernah membacanya, pihak JAKIM pernah menyerbu satu kumpulan pengamalan terekat yang masih aktif di Lembah Klang. Seingat awak tarekat yang mengamalkan zikir-zikir pada malam hari dalam keadaan gelap gulita yang dikeliling oleh pengamal-pengamal yang dibentuknya secara bulatan yang diketuai oleh ‘Ayahanda’ di samping beberapa pembantunya yang dikenali sebagai ‘Kakanda’

Satu hari suntuk masih di pejabat Syed Ali ‘beriktikad’ sambil memekak telinga yang tidak bengkak ini untuk mendengar ceramahnya belum pernah ditauliah mana-mana Jabatan Agama Islam. Pertanyaan mengenai ilmu-ilmu kemakrifan berakhir begitu sahaja, pada pengkiraan awak ianya sesuatu yang baru. Walaupun awak pernah membaca dan mendengar tentang tarekat. Kali ini awak merasakan lenggung otak bukan apa kotak-kotak fikiran tidak mampu diterjemah untuk diluahkan oleh mana-mana jua. Begitu panjang lebar ceramahnya pada kali ini. Entah kenapa Syed Ali bersungguh-sungguh bercerita mengenai ilmu-ilmu makrifah.

Sebetul awak datang menjenguk Syed Ali di pejabatnya ada targetnya mahu meminjam wang untuk membaiki motosikal buruk C70 yang sudah 1 tahun lamanya yang tersadai di bengkel topek. Namun awak kaget untuk memulakan persoalan mengenai wang.

Seusai awak bersama Syed Ali pada petang itu, awak bergegas pulang,

Awan-awan mendung kelabu yang semakin bertelanjang untuk memuntahkan air-air untuk membasahi bumi terlalu panas yang pastinya dimusnahkan oleh manusia-manusia jahat. Namun aman – damai telah mencorakkan kehidupan yang pelbagai ini. Beg hitam dikilik di celak tiak yang berisikan buku buku ilmu kemakrifan.

Argh! Letih amat rasanya sekeping tubuh yang kurus kering di kala nasi belum menjamah oleh awak. Bukan saja tubuh amat letih tapinya otak juga letih kerana membenarkan Syed Ali memberikan hujah-hujah yang panjang lebar sepanjang sepetang ini. Awak terlena di atas tilam empuk yang berlampirkan cadar putih itu terlukis “ APUKEL”.

2

Bulan masih juga tidak segan silu menembusi dedaunan yang jarang-jarang itu berlubang-lubang lalu menyebarkan sir-sir cahaya ke merata-riti permukaan dataran surau juga di kenali Maahad Al-Ehsan, cahaya lampu-lampu neon juga menyebarkan cahaya kemerahan, di sudut kantin Maahad Al-Ehsan lampu-lampu berkelip-kelip dan dipagar juga berkelip-kelip kekuningan cahayanya.

Awak amat bersyukur-syukur, kedinginan udara di sini amat nyaman sekalinya, mahu saja awak menghirupnya seada.

Berduyun-duyun manusia-manusia tidak kira simpang siurnya berada atau sebaliknya yang mahu mengamalkan peramalan ini memasuki dataran Maahad Al – Ehsan, mata awak terbungkam membulat memandang juga terkesima sebuah kenderaan bermewah-mewah berwarna kekuning-kuningan yang tiada bumbung memasuki dataran Maahad Al-Ehsan,

“wow !,

memang yang sini ada yang kaya-raya, ada juga yang bergelar datuk” awak bermonolog sendirian.

Malam itu yang gulita gulatnya terpaksa dimalapkan oleh sinar-sinar cahaya yang merekahkan oleh lampu Kalimantan yang terpasangkan bagi menerangkan sedikit kerja-kerja peramalan amalan tarekat secara sunyi yang sepi yang mengenal tuhan yang satu. Apakah awak menjadi ahlinya, ya ahli peramalan amalan tarekat ini? Sebelum awak diterima menjadikan ahli peramalan tarekat ini sebelum itu awak perlu suci dari kemaksiatan di dunia terutamanya perkara-perkara yang boleh menyebabkan dosa-dosa besar, sumpah setia menjauhi perkara-perkara mungkar yakni di larang oleh Allah dan mengerjakan apa yang disuruh oleh Allah.

Ya, awak akan dibai’ahkan?,

apakah itu bai’ah?

Jadinya untuk membuka ikatan simpulnya itu, awak akan terlebih dahulu di bai’ahkan. Hati awak berdebar-debar yang masih mencari hala tuju untuk mengharungi liku-liku seperti ular mengeletar yang dipukul.

Apakah awak hanya menurut kata-kata Syed Ali yang mahu awak dibai’ahkan? Awak seakan-akan tidak mahu dibai’ahkan oleh kuasa yang telah diperturunkan kepada ‘Ayahanda’. Mahu tak mahu awak terpaksa juga dibai’ahkan pada malam itu..

Bagaimana bai’ah itu berlaku?

Seringkali awak persoalan-persoalan itu bermain dalam kotak fikiran awak yang kosong itu. Entah kenapa rasa berderau di hati awak.

“aduh!”

Sebenarnya apa yang berlaku pada malam itu?

Awak mempercayai peramalan tarekat yang sebenar adalah susur galur yang telah diperturunkan kepada ulama atau ahli sufisme tertentu yang mempunyai keimanan yang teguh. Wali songo pernah memceritakan mengenai tarekat. Satu lagi tarekat yang masih berlaku di Malaysia adalah Tarekat Ahmadiah dan Tarekat Nasyanbandiyah serta Tarekat syaziliyah. Ada sesetengah tarekat di Malaysia pernah disytiharkan pihak JAKIM adalah ajaran sesat namun awak tidak pasti apakah tarekat tersebut? Yang pasti dalam mengamalkan peramalan tarekat apa yang paling penting adalah

1.     Perlu meninggalkan perbuatan kemaksiatan

2.     Memeliharakan segala amalan keibadatan yang telah di wajibkan oleh ahli-ahli peramalan tarekat.

3.     Melakukan zikir-zikir ‘zikrullah’ 10 ribu semalaman dengan menyebut nama Allah.

4.     Tidak dibolehkan hati dan jiwa raga berbelah atau bersikap was-was bagi terhadap ‘ayahanda’ merupakan guru yang mursyid. Ilmu yang baik adalah datang dari guru yang baik. Guru mursyid adalah salasiah nabi. Tiada ilmu yang baik datangnya dari buku. Ini kerana guru yang mursyid menjadi tali hayat untuk berhubungan dengan Allah

5.     Melakukan kerja-kerja ibadat sunnat yang dikuasakan yakni diwajibkan melakukan solat sunnat wudhu dan solat sunnat taubat sebanyak 2 rakaat bagi menghapuskan segala dosa-dosa kecil yang dilakukan sebelum ini untuk mengamalkan peramalan ‘zikrullah kepada tuhan yang satu.

6.     Selalukan mengucapkan istighfar sebanyak satu ribu kali sehari semalaman

7.     Sentiasakan berselawat ke atas junjungan nabu dan melakukan peramalan amalan ‘zikrullah’ yang tertentu mengikut syarat dan ruku’nya. Setiap peribadatan yang dilakukan ada syarat dan ruku’nya.

Beberapa syarat yang diperdengarkan kepada awak sebelum dibai’ahkan. Ini kerana sumpah setia yang dilakukan akan memakan diri awak sendiri.

Kedinginan malam itu diderukan angin-angin malam yang sepi itu menyelusuri di celah-celah jendela membawakan awak ke lorong-lorong kesunyian yang sepi. Malam itu awak telah dibai’ahkan.

3

Dua belas pernama sudah awak telah dibai’ahkan oleh sekumpulan peramalan tarekat. Awak masih dalam kebinggungan dalam mencari diri sendiri.

Awak adalah awak,

awak adalah diri,

diri sering kali dibayangi oleh bayangan diri untuk menjadikan diri untuk mengapaikan diri untuk mencari ilmu-ilmu ketuhanan.

Apakah awak akan terus mencari identiti diri awak ataupun awak hanya mampu atau mahu menunggu kata dari dalaman diri?.

Bukan bunuh diri bukan maksud sebenar dalam mencari kesendatan diri yang mahu mengeluarkan zat-zat diri kearah kekasfanan diri.

Apa yang penting diri awak yang sebenarnya adalah mencari dan membicaranya secara dalaman mengenai diri awak,

itu barangkali?

Sedikit banyaknya awak seakan mengerti dan faham kemaksudannya mengenai tarekat, makrifan, hakikat dan kekamilan yang merujukkan kepada diri awak sendiri. Kali ini awak telah menerobos erti kata-kata yang bererti dalam ruang dunia cukup besar untuk menyingkap makna kehidupan yang tenteram. Satu bentuk transformasi secara holistik dalam kamus hidup awak,

Sebelum ini awak hanya dapat melihat kebesaran tuhan melalui pancaindera sahaja itu dulunya mentaliti awak sangat sempit terlalu sangat sempit. Tapi kali ini awak dapat memukau secara jauhnya melalui penghayatan hati dengan senjata utama ‘zikrullah’.

Sekarang emosi awak tidak selembut dedaun yang menjemput ke bumi dulunya yang hanya awak bermegah-megah emosi sekarang ini yang memupuk hati yang spiritual. Bukannya awak mendiskusi dengan diri awak sendiri mengenai kematian dan kehidupan. Awak tiada lagi kepura - puraan.

Sebelum ini awak hanya tahu tuhan ada di mana-mana

Kali awak mengetahuinya

Di mana tuhan itu?

Cinta tuhan?

Cinta makrifat?

Semuanya sesuatu yang spiritual membolehkan manusia meneroka kehidupan yang mengalami kesesatan sebelum ini. Hati yang dulunya awak sudah dibakar dan menjadikan abu untuk dilayarkan ke Sungai Klang yang kekotoran masyhur di mana-mana pun di Malaysia. Awak masih lagi mencari dan terus mencari mengkaji tentang ilmu-ilmu ketarekatan terutamanya Tarekat Naksyabandiyyah yakni ilmu-ilmu yang berkait rapat dengan ilmu ketasaufan. Pernah beberapa kali hendaknya awak bertegang leher dengan Syed Ali pada mula dulunya sebelum awak dibai’ahkan.

“Jika betul peramalan amalan ini tidak salah di sisi undang-undang di Malaysia, Kenapa kerajaan tidak mengatakan tidak haram?

“Mereka ini hanya pandai berbicara sahaja”

Ketikanya awak masih kekeliruan

Menunduk kepala ke bawah awak setelah bertubi-tubi di serang Syed Ali dengan bicara yang memukau di hati awak. Awak hanya membenarkan kata-katanya yang tahu dulunya untuk mencari keredhaan Tuhan. Bicaranya telah melenyapkan sunyi persoalan awak yang masih terbuku di benak fikiran awak.

“Jika ahli syurga telah masuk ke dalam syurga, maka terdengar panggilan, kamu akan hidup terus dan tidak akan mati, kamu akan terus sihat dan tidak kunjung sihat dan kamu akan muda tidak akan tua dan kamu akan terus smenikmati kesenangan dan tidak akan susah selama-lamanya”

Mahu saja telinga ini di sumbat-sumbat dengan kapas supaya bicaranya tidak mahu didengarinya, dengan hati yang sangat tulusnya ini awak masih membangkang dalam diri saja.

Syed Ali masih bercerita lagi dulu katanya penah bertabligh di merata-riti tempat di seluruh Malaysia, memakai serban beriktikad di masjid berbulan-bulan lamanya, namun itu, hanyalah satu pencarian yang tiada kesudahannya yang amat mendalam terhadap ilmu-ilmu kemakrifan, setelah lamanya mencarinya ketemu jua satu peramalan amalan yang mendekatkan lagi kepada tuhan yang seringkali sebelum ini merasai jauhnya untuk bertemu tuhan. Dia masih menunggu kalam-kalam tuhan

“Lihatlah, ikan-ikan yang di dalam laut yang airnya masin, tetapi ikan-ikan itu tidak masin, keajaiban ciptaan tuhan” bicaranya menunjukkan beberapa ayat-ayat Al-Quran.

Awak hanya memerhatikan Syed Ali yang sering kali menerbitkan kata-kata perangsang untuk awak mengamalkan amalan tarekat.

Lagi katanya

“ Setiap manusia yang normal selalunya meninginkan kehidupan yang bahagia dan selamat, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pedoman dan pegangan hidup yang tepat dan lurus” lagi sambung katanya

“Satu golongan manusia berhasil menemui jalan yang lurus dan berpegang pada tali yang kuat melalui makrifah dengan akidah yang kuat, itulah orang yang berhasil meraih kemenangan, keselamatan hidup di dunia dan akhirat” dengan nadanya begitu sekali membicara sesopannya.

Seusainya awak membenarkan kata-katanya.

4

“Anda semua di dapati bersalah melanggari undang-undang islam di Malaysia dengan mengamalkan amalan-amalan yang sesat” kata pegawai penguatkuasa JAKIM sambil menunjukkan kad kuasanya

Terketar-ketar tangan awak mencapai sapu tangan di kocek baju melayu bercekak musang lalu awak menyapu anak-anak peluh yang masih menyelusuri pipi, awak tidak pernah merasakan takut begini, tidak pernah. Awak membayangkan bagaimana rumah yang dipagari jejari besi. Oh! Tidak

Awak masih memikir-mikirnya di benak ini

“Adakah awak akan disabitkan kesalahan”

“Adakah awak di penjarakan ataupun di denda” bisik hati kecil awak

Entah apa yang berlaku selepas ini, awak buntu memikir situasi begini

Awak di tahan 14 hari di lokap, setelah di hadapkan ke Mahkamah Syariah, awak dan bersama ahli kumpulan lain di penjara selama 3 bulan.

5

Sekarang awak masih mencari-caru erti “cinta makrifah” yang sebenar.


Aku menggigil kesejukan ketika Laikha mengangkatku dari longkang yang dalam tu. Aku nak mengucapkan terima kasih padanya tapi tak berupaya. Baik betul hati Laikha. Saper entah yang keji sangat tadi, tolak aku jatuh dalam longkang. Geram betul. Setengah jam aku jerit mintak tolong.

Laikha membawa aku pulang ke rumah. Sebenarnya aku nak protes, nak cakap kat Laikha mak aku kat mana sekarang ni. Tapi badan aku yang kecik ni… tak daya aku nak protes. Lagi pun aku dah tak boleh nak bergantung kat mak je. Mak kata aku kena berdikari sebab tulah aku ikut Laikha balik rumah.

Sebenarnya keluarga aku ni keluarga susah. Ayah aku tu tak guna. Waktu mak aku mengandung lagi, dia dah tinggalkan mak. Kesimpulannya aku ni lahir tak berayah. Dahlah kakak ngan abang aku ramai. Kesian mak kena jaga kitorang semua.

Apa-apa pun, sampai je kat rumah Laikha, Laikha terus mandikan aku. Yer ah… busuk aper jatuh longkang. Tak lama lepas aku mandi, mak ngan ayah Laikha balik dari kerja. Laikha tunjukkan aku kat parents dia. Pastu dia merayu-rayu mintak kat mak dia supaya aku boleh tumpang tinggal kat rumah dia. Aku rasa mak Laikha tu terkejut. Mana taknya, tiba-tiba anak dia bawak kawan macam aku ni. Dahlah jumpa dalam longkang, mintak tumpang pulak tu.

Tapi, mungkin sebab aku ni comel kot. Hahaha… perasanlah pulak. Apa-apa pun, aku dapat jugak tidur kat rumah Laikha malam tu. First time aku merasa tidur rumah besar macam tu.

Esoknya, aku bangun lambat. Aku bukak mata je, mak Laikha dah start enjin kereta, nak pergi kerja. Laikha tak sekolah hari tu. Dia melepak je depan tv. Aku pun duduk kat sebelah dia walaupun aku tak paham sebijik pun mende yang dia cakap. Ke hulu, ke hilir aku ikut dia. Pegi makan, buat kerja sekolah. Aku dah tak tahu apa benda nak buat.

Petang tu, waktu posmen datang pun aku ikut dia jugak keluar amik surat. Ntah kenapa ntah posmen tu datang petang-petang, aku pun tak tahu. Tengah-tengah aku seronok menghayati cahaya matahari lepas sehari suntuk terperap kat rumah, tiba-tiba Laikha memanggil aku. Dia memperkenalkan aku pada seorang budak lelaki, jiran dia kot. Aku cuma tersenyum.

“Comellah awak ni,” kata budak lelaki tu membuatkan aku tersipu-sipu malu. Aku tunduk dan mendengar je perbualan diorang.

“Laikha buat apa petang ni?”

“Ntah… tak buat apa-apa kot. Lepak je kat rumah. Mak ayah Laikha kata diorang balik lambat hari ni,” Laikha memintal-mintal hujung rambutnya yang ikal. Buat seketika, dua-dua orang manusia depan aku ni terdiam. Otak aku yang nakal ni cuba untuk buat kesimpulan sendiri.

Mungkin diorang ni suka sama suka kot, tapi takut nak cakap. Aku memandang je budak lelaki tu (aku rasa nama dia Sham), tak berkelip-kelip. Dia ni pemalu ke apa? Cakaplah something.

Ceh… macam dia dengar pulak seruan aku, tiba-tiba je dia membuka mulut, “Erm… aah… Laikha nak keluar ngan Sham tak?” katanya sambil merenung aku. Aku pun tak paham… pandanglah Laikha, buat apa pandang aku.

“Pegi mana?” Laikha menyoal sambil memandang ke arahku. Aku menelan air liur. Takkan jeles kot weih… aku tak buat apa-apa pun.

“Jom jalan-jalan kat taman. Kita bawak dia sekali, nak tak?” Sham menuding ke arahku. Lah… sudah. Aku tak nak kacau diorang… tapi, aku tak nak tinggal kat rumah ni sengsorang, nanti aku tak tahu nak buat apa. Mau tak mau, aku kenalah jugak ikut diorang.

Sambil berjalan ke taman, Laikha ngan Sham dua-dua senyap. Aku blank ah ngan manusia-manusia ni. Kalau dah nak tu, cakap jelah nak. Sekali lagi otak aku yang nakal ni memainkan peranan. Sambil jalan tu aku buat plan aku sendiri.

***************

Sampai-sampai kat taman tu, aku terus berlari-lari ke sana sini. Mula-mula aku lari macam biasa je, sajer nak nakal-nakal. Aku kan kecik lagi. Kesian jugak aku tengok Laikha tu… terjerit-jerit panggil aku. Aku buat dono je sebabnya aku nak merealisasikan plan aku. Hahaha…..

Aku berhenti berlari jap… Laikha merapati aku dan mengusap-ngusap kepalaku. Aku mencari-cari Sham. Rupa-rupanya dia sedang merapati aku dari belakang. Serentak dengan itu, aku start berlari lagi.

Laikha menghentakkan kaki. Geram kot tengok perangai aku. Yang Sham pulak ketawa terbahak-bahak. Dia dah sampai kat sebelah Laikha. Laikha menarik muka dan memuncungkan bibirnya. Dia mencubit paha kanan Sham. Sham melompat kesakitan. Serentak dengan itu, aku start berlari lagi.

“Sham tolonglah Laikha kejar dia,” aku terdengar suara Laikha dari belakang. Aku terus berlari. Lima minit kemudian, aku berhenti dan mencari-cari diorang. Mana ntah perginya. Aku lari cepat sikit je, diorang dah hilang. Pancet, ape?

Aku menoleh ke belakang, tak nampak-nampak lagi kelibat diorang. Elok-elok aku pusing depan balik je, Laikha dah terpacak kat depan aku. Aku melompat, terkejut. Aku berpusing ke belakang, Sham pulak ada kat belakang tu. Ni sudah baik ni. Aku melangkah perlahan-lahan ke belakang. Sham merapati aku perlahan-lahan. Dia takut aku lari lagi kot. Laikha pun sama, dia melangkah ke depan slow-slow.

Aku berdiri je kat tengah-tengah diorang. Nak biarkan diorang dekat lagi sikit. Sham memberi isyarat pada Laikha dan menggerakkan mulutnya. Ade ke patut dia ingat aku tak paham. Hey… setakat nak megira tu aku retilah.

Satu! Dua! Tiga!

Aku melompat ke tepi sebaik sahaja Sham ngan Laikha menerkam ke arahku. Sebaiklah aku tak jatuh dalam longkang lagi sekali. Sipi-sipi je. Tapi, kesian Sham ngan Laikha. Diorang bertembung… pastu tergolek-golek. Ceh… buat cerita hindustan pulak.

Anyway, plan aku menjadi. Aku dapat tengok macam mana mata diorang berpaut, macam mana Sham punya muka tiba-tiba je tukar jadik merah. Laikha pulak tertunduk-tunduk malu. Yes… yes!! Plan aku dah jadik.

Aku mendekati diorang sambil tersenyum puas hati. Sham tengah menolong Laikha bangun. Dia menjeling ke arahku. Aku tersengih selamba.

“Nakallah awak ni,” Laikha memegang telingaku.

“Saya dah penatlah Laikha, kejar kawan awak ni. Jom balik jom!” Laikha mengangguk. Kitorang pun jalanlah balik. Diam je. Tension aku, penat je aku berusaha. Aku memandang wajah Sham lama-lama. Oiii… kau tu lelaki, start ah dulu.

“Erm… Laikha…” aik?! Dia dengar lagi seruan ku?

Laikha memandang muka Sham. Aku menahan nafas sambil memberikan sokongan padu pada Sham dalam diam. Sham terdiam jap. Tak lama kemudian dia menggenggam tangan Laikha kuat-kuat.

“Laikha faham kan?” soalnya antara dengar tak dengar. Laikha tersenyum manis dan mengangguk. Aku ngan Sham dua-dua menghembus nafas lega. Sham mengeluarkan sebentuk cincin silver dari poketnya.

“Wear this and be mine,” katanya sambil menyarungkan cincin tu ke jari Laikha. Laikha terus tersenyum. Aku mengiau kegembiraan dan menyondol-nyondolkan kepalaku ke kaki Laikha.

MEOW!MEOW!MEOW!!


Hari ini, bila saya kira-kira hidup saya kurang sempurna, saya teringatkan dia lagi.

***

Suatu pagi yang dingin kira-kira bulan ke-enam sewaktu saya masih darjah tiga, dia melangkah masuk ke kelas kami. Mukanya pucat dan keletihan, bajunya lusuh dan begnya compang-camping. Kami semua yang sibuk berkejar-kejar, membaling pemadam, mewarna buku, semuanya terdiam ingin tahu. Siapa dia?

“Murid-murid, ini Imran. Imran, kenalkan diri kamu,” kata cikgu.

Dia berdiri seorang di depan kelas dan mata kami semua tertumpu padanya. Tangannya ligat memintal-mintal tali beg. Dia membuka mulutnya dan cuba berkata-kata, tapi gagal. Saya nampak, dan mungkin semua yang lain pun nampak, bibir yang pucat itu terketar-ketar sendirian.

“Dia tak boleh cakap kalau mak ayah dia takde kat sini kot, cikgu!” suara Amri melaung dari belakang kelas. Dan serentak dengan itu, kami semua ketawa. Cikgu, hanya menggeleng-gelengkan kepala dan menunjukkan tempat yang kosong di belakang kelas kepadanya. Saya nampak, dan saya rasa tak semua nampak, dia cepat-cepat menyeka air mata. Saya tak tahu kenapa tapi saya rasa perbuatan itu lucu dan saya masih tergelak.

***

Hari ini, dua minggu kemudian, di sekolah kami ada pertunjukan mencari bakat. Hanya seorang sahaja dari semua kami di darjah tiga yang masuk pertunjukan itu. Dia. Bila dia melangkah ke atas pentas, Amri di sebelah saya terus membuat muka dan tertawa.

Saya rasa dia nampak muka-muka yang kurang yakin atas perbuatannya tapi dia terus sahaja memegang mikrofon dan berkata,

“Hari ini, saya akan menyanyikan sebuah lagu. Tapi sebelum itu, saya mahu memperkenalkan diri saya sebab saya berhutang dengan rakan sekelas saya, dua minggu yang lalu.

Nama saya Imran. Ayah saya dah tak ada. Dia meninggal dua minggu tiga hari yang lepas. Dia ditikam ibu. Mereka bergaduh lagi malam itu, dan ibu tidak sengaja tertikam ayah.

Malam itu, ramai yang datang ke rumah saya. Polis, ambulans, pemberita dan jiran-jiran. Ramai yang berkata tidak elok tentang ibu. Tapi saya tidak peduli. Saya setuju dengan tindakan ibu. Sebab malam itu, hanya saya yang nampak, bahawa pisau itu asalnya di tangan ayah. Dan malam itu juga, saya yang ditinggalkan di kalangan jiran-jiran terpaksa mendengar pelbagai cerita yang tidak benar tentang ibu. Tapi saya diamkan saja, sebab sewaktu tangan ibu digari dan ibu dibawa pergi, ibu pun diam saja.

Mereka tidak tahu, yang setiap malam, ayah pulang mabuk-mabuk dan pukul ibu. Mereka tidak tahu, sudah beberapa kali ibu dilacurkan ayah untuk membayar hutang-hutangnya. Mereka tidak tahu, ibu sudah tiga kali gugur dan saya sudah tiga kali hilang adik sebab ayah terus-terusan memukul ibu. Mereka tidak tahu, malam-malam di mana saya dan ibu terpaksa menahan lapar kerana ayah ambil duit ibu. Dan mereka tidak tahu, ibu sehari-harian mencuci pinggan untuk beri saya makan.

Mereka juga tidak tahu, bahawa ibu sebenarnya dari keluarga yang berada. Mereka tidak tahu, yang ibu hampir habis menuntut di universiti sewaktu ibu kahwin lari dengan ayah. Dan mereka langsung tidak tahu, ibu amat rindu dengan hidupnya dulu. Kadang-kadang, ibu keluarkan semua sijil-sijilnya, gambar-gambar lamanya dan ibu akan duduk termenung dan menangis. Ibu menangis paling kuat setiap kali dia pegang gambar datuk dan nenek. Dan bila saya nampak ibu begitu, saya akan terus bersembunyi di balik pintu. Sebab saya rasa, saya mengingatkan ibu tentang hidupnya sekarang. Saya benci bila kewujudan saya melukakan ibu. Sebab saya sayang ibu.

Dan saya boleh faham kenapa ibu sayang datuk dan nenek walaupun mereka tak mahu terima saya sekarang sebab saya pun sayang ibu.”

Kami semua terpaku mendengar pengenalan dia. Dalam suasana sunyi sepi begitu, dia terus berdehem membetulkan suaranya dan menyanyi. Menyanyi tanpa iringan musik. Suaranya saya rasa sedap ketika itu. Sayu dan mendayu-dayu. Dia nyanyi lagu ini,

There was a girl I used to know
She was oh so beautiful
But she\'s not here anymore
She had a college degree
Smart as anyone could be
She had so much to live for
But she fell in love
With the wrong kinda of man
He abused her love and treated her so bad
There was not enough education in her world
That could save the life of this little girl

How come, how long
It\'s not right, it\'s so wrong
Do we let it just go on
Turn our backs and carry on
Wake up, for it\'s too late
Right now, we can\'t wait
She won\'t have a second try
Open up your hearts
As well as your eyes

She tried to give a cry for help
She even blamed things on herself
But no one came to her aid
Nothing was wrong as far as we could tell
That\'s why we\'d like to tell ourselves
But not! It wasn\'t that way
So she fell in love
With the wrong kinda of man
And she paid with her life
For loving that man
So we can not ignore
We must look for the signs
And maybe next time we might save somebody\'s life


Di pertengahan lagu itu, saya nampak, Amri yang pertama sekali mengalirkan air mata. Dan hampir di penghujung lagu, saya nampak juga, hampir semua di dewan itu menangis, termasuk saya. Cikgu, yang berdiri di hujung dewan pun menangis. Bila dia selesai menyanyikan lagu, dia berkata lagi,

“Lagu ini saya tujukan khas buat ibu, yang meninggal semalam. Mereka kata ibu bunuh diri. Tapi saya tak percaya sebab hanya saya yang tahu betapa kuatnya ibu. Dan mula dari hari ini, saya akan belajar untuk jadi kuat, seperti ibu.”

***

Hari ini, bila saya kira-kira hidup saya kurang sempurna, saya teringatkan dia lagi. Bila saya mahu merungut, saya teringatkan dia lagi. Dan bila saya mahu menangis, saya teringat lagi wajahnya sewaktu dia melangkah turun dari pentas, saya nampak, dia tidak lagi menangis seperti kali pertama dia masuk ke kelas hari itu. Dan itulah kali terakhir saya nampak dia. Cikgu kata, dia dipindahkan ke rumah anak yatim yang lain.


Rasanya saya dah nampak awak. Awak pakai baju kelabu kan?- Si gadis membaca kiriman mesej yang diterima dengan rasa berbaur. Dia tercari-cari kelibat jejaka yang sekian lama ingin ditemui.

-Ya! Hebatnya awak!- Namun saat dia menekan butang hantar, kedengaran bunyi rempuhan yang begitu jelas di belakang. Telefon bimbit terlepas dari tangan si gadis. Gemuruh kian rancak menghuni dadanya.

Dia terpaku saat manusia yang lalu lalang di situ sudah mula menyesakkan tempat kejadian. Terketar-ketar kakinya melangkah. Gugur air matanya tidak tertahankan saat melihat sekujur tubuh kaku berlumuran darah. Ya Allah! Kenapa mereka harus diuji lagi?

***

“In, jom kita balik dulu. Keluarga dia dah ada kat sini. Lagipun esok kelas kita pukul 8. Takkan kau nak tunggu sampai dia sedar?”

Azreen mengangkat wajah kala mendengar teguran teman serumahnya. Sayu hatinya tidak terbendung kala ini. Tidak tergamak dia hendak meninggalkan insan yang terlantar itu sendirian. Mengapa pada hari mereka ingin memeterai janji setelah sekian lama menanti masa, jejaka itu ditimpa musibah? Mengapa?

“Kau nak balik, baliklah dulu Na. Aku nak tunggu Farique. Tak tergamak aku nak tinggal dia macam tu je. Kau kan tahu, aku nak jadi orang pertama yang dia nampak masa dia sedar nanti,” tutur Azreen dengan titisan air mata yang tidak jemu membasahi pipi lesunya.

“Kau tak boleh macam ni, In. Dia ada keluarga dia. Kalau keluarga dia masih tak restui hubungan kau orang macam mana? Kita balik dulu ya? Esok kita datang lagi,” tidak jemu Aina memujuk.

Lambat-lambat Azreen bangun. Lemah rasa kakinya hendak meninggalkan ruangan menunggu. Kalaulah dia tidak tiba lambat tadi, tentu Farique sudah dapat menatap wajahnya. Sesal dia memikirkan betapa dirinya sengaja berlengah untuk menguji keikhlasan jejaka itu. Kini, Farique yang menerima segala bahana.

Enam tahun lalu…

Dedahan pohon tembusu itu melintuk liuk ditiup angin. Gadis berpakaian seragam bertudung yang sedang menanti kedatangan seseorang itu kelihatan begitu asyik menikmati aiskrim yang dibelinya tadi. Tunggu si dia lama sangat sampai tekak pun naik kering.

“Popp! ” tegur satu suara dari belakang.

Terlepas aiskrim dari tangan Azreen. Masam mencuka wajahnya menatap si dia yang nakal itu.

“Sedapnya aiskrim. Sampai hati makan tak tunggu orang,” usik si nakal itu lagi.

“Farique! Awak ni dah bazirkan aiskrim saya tau! Dahlah cuaca panas ni. Hampir mati kehausan saya tunggu awak,” bebel Azreen sambil matanya memandang aiskrim yang sudah mencair di atas tanah.

“Bukan salah sayalah In. Tangan awak tu yang lembik. Orang usik sikit pun boleh terlepas aiskrim,” sakat Farique enggan mengalah.

“Farique! Ish, bencilah!” rungut Azreen lantas meninggalkan Farique.

“Panas terik macam ni sanggup ke awak jalan kaki? Jomlah naik basikal!” Laung Farique.

“Awak kayuhlah basikal tu sorang-sorang! Saya ada kaki, saya nak jalan kaki je!” gerutu Azreen sambil berpeluk tubuh.

Terpegun Farique. Habis? Dia tiada kaki? Jadi selama ini dia kayuh basikal dengan apa? Wah! Boleh tahan lantang mulut si Azreen ini.

Basikal terus dikayuh perlahan menyelusuri pemandangan indah tasik di kampung kediaman mereka. Sukar untuk diungkapkan, bagaimana dua hati remaja ini boleh terpaut antara satu sama lain. Tinggal di kawasan kejiranan yang berbeza tetapi mereka begitu serasi bersahabat. Namun malangnya, hubungan yang terjalin ini begitu asing dari pengetahuan keluarga.

“In, awak tahu tak awaklah kawan perempuan saya yang pertama,” suara Farique sambil melabuhkan duduk di atas pasir.

“Alah, tipu. Tu ayat lapuk. Takkan dah 17 tahun hidup awak tak pernah kawan dengan perempuan langsung?” cebik Azreen.

“Adik beradik saya je perempuan. Lepas tu, saya dulu sekolah lelaki. Bila pindah sini barulah saya belajar bergaul dengan perempuan.”

“Oh, saya ingatkan awak reka cerita je tadi.” Ujar Azreen tersengih.

“Kenapa? Muka saya tak cukup jujur ya?” Duga Farique.

“Saya mana pandai baca muka orang. Farique, awak rasa persahabatan kita ni boleh bertahan sampai mana?” soalan Azreen membuatkan Farique terkelu. Lama dia menatap wajah gadis itu.

“Saya tak dapat jawab soalan awak tu, In. Sebab saya tak dapat ramal masa depan. Tapi kalau boleh, saya nak kita berkawan sampai mati. Sebab berkawan dengan awak bagi saya satu perasaan yang pelik. Perasaan yang saya tak jumpa bila bergaul dengan orang lain,” tutur Farique serius.

“Mungkin sebab saya kawan perempuan pertama awak,” bersahaja Azreen membalas.

Dia enggan menyalahertikan luahan Farique. Perkenalan mereka baru sahaja bermula. Malah, entah bagaimana jadinya jika persahabatan mereka diketahui oleh keluarganya? Ayah tentu akan mengamuk. Lelaki itu tidak pernah menerima jika dia menceritakan tentang perihal kawan lelaki. Begitu juga ibu. Kata mereka, waktu sekolah bukan untuk mengenal lelaki. Tetapi fokus pada pelajaran.

Seperti yang diduga, persahabatan mereka berjaya dihidu oleh keluarga Azreen. Malah ibu Farique mengeruhkan lagi keadaan dengan datang ke rumah mereka dan membawa cerita kononnya Azreen menyebabkan anak lelakinya hilang tumpuan untuk belajar. Teruk Azreen dipukul oleh ayahnya disebabkan perkara itu.

Pergi dan pulangnya dari sekolah dihantar dan dijemput. Sehingga tamat peperiksaan SPM, mereka berdua terputus hubungan. Hanya warkah yang bertulisan tangan Azreen menjadi azimat untuk Farique kuatkan semangat. Dia tidak pernah putus asa untuk menjejaki gadis itu. Sebagaimana Azreen yang tidak pernah rela untuk memutuskan persahabatan mereka!

Sebelum kejadian…

Sana-sini orang menyebut tentang kelebihan Facebook. Farique juga tidak terkecuali menggunakan aplikasi itu demi mencari cinta hatinya. Saban waktu dia berusaha menjejaki Azreen. Pelbagai kata kunci dimasukkan, namun semuanya hampa. Tetapi pada suatu hari dirinya yang kebingungan terbuka hati untuk menggunakan perkataan ini.

Farique sama sekali tidak menyangka bahawa perkataan itu akhirnya membawa kepada pertemuan semula mereka. Saat itu harapannya memekar. Kiriman mesejnya mendapat respon positif dari Azreen. Mereka mula bertukar nombor telefon dan berbalas emel. Dua anak muda ini bersabar untuk bertemu lagi sekembalinya Farique dari menamatkan pengajian nanti.

Tidurnya semalaman tidak lena. Berdebar-debar hati memikiran si dia. Awal pagi Farique telah bersiap-sedia. Penampilannya ditatap sehingga puas hati. Dia mahu kelihatan menyenangkan di mata Azreen. Hampir setengah jam dia sabar menanti kedatangan Azreen. Dan penantian Farique terlerai saat melihat seorang gadis bertudung yang mengenakan dress labuh warna kelabu kian menghampiri. Lantaran tidak sabar, Farique melintas jalan tanpa melihat kiri dan kanan.

“Dumm!”

Serentak itu tubuh Farique terpelanting ke atas jalan raya. Matanya luka dimasuki kaca. Azreen segera berpaling sebaik sahaja mendengar bunyi dentuman itu. Menggigil tubuhnya tatkala melihat orang ramai mengerumuni tempat kejadian. Hatinya menangis saat melihat Farique terkujur lesu.

Seminggu kemudian…

“Farique dah sedar, In. Tapi dia hilang penglihatannya,” gugup Aina menyampaikan berita duka itu kepada teman serumahnya.

“Maksud kau dia buta? Farique buta Na? Ya Allah!” menggeletar tubuh Azreen menerima berita itu.

Lambat-lambat Aina mengangguk. Azreen sudah tidak mampu untuk berbicara walau sepatah. Dia memeluk Aina seeratnya. Selama ini, Aina lah menjadi tempat dia menceritakan segala kegembiraan setelah menemui Farique. Gadis itu tahu apa yang dia alami. Betapa dia menginginkan penyatuan dengan Farique pada akhirnya.

“Farique,” panggil Azreen.

Farique tersentak. Suara itu amat dia rindui. Seraut senyuman damai Azreen menyapa ingatannya. Betapa dia begitu ingin hendak menatap wajah cinta hatinya ini. Tetapi kini, harapannya hancur musnah.

Dia hanya berupaya mendekap Azreen dalam lipatan kenangan. Wajah tenang Azreen tersimpan kemas dalam layar ingatan Farique. Tegarkah dia berlagak biasa sedangkan dirinya merasa begitu terhina pada saat ini?

“Awak baliklah, In. Jangan datang sini lagi. Anggap kita tak pernah jumpa semula. Anggap saya tak pernah cari awak.” tutur Farique sebak.

“Saya takkan pergi. Berkali awak halau saya pun saya takkan pergi,” tukas Azreen tegas.

“In, awak kena faham yang keadaan saya takkan jadi lebih baik dengan kehadiran awak. Saya mohon awak lupakan semuanya,” pohon Farique bersungguh.

“Lupakan apa Farique? Awak ingat saya boleh lupakan semuanya macam tu je? Kalau betul saya nak lupakan, saya dah lupakan lama dulu.”

“Sekarang masih belum terlambat, In. Tinggalkan saya. Saya tak berdaya untuk dapatkan restu keluarga untuk bersama awak,” gugur air mata Farique saat berbicara demikian.

“Saya takkan tinggalkan awak, Farique. Kecuali kalau saya mati. Puas kita menunggu untuk bersama semula. Takkan semudah ini untuk awak lepaskan?”

“Maafkan saya, In. Awak hanya akan dapat beban kalau pilih saya.”

“Tiada cinta tanpa pengorbanan Farique,” tutur Azreen. Terhinggut dia menatap Farique.

Berkat kesabaran mereka, akhirnya keluarga merestui kasih suci Azreen dan Farique. Mereka sedang menanti masa untuk menimang cahaya mata. Dan dalam masa yang sama, Farique telah menemui penderma yang sesuai untuk kornea matanya.

Akhirnya dia akan dapat melihat Azreen tidak lama lagi. Isteri yang dinikahinya atas dasar cinta. Kalau diizinkan Tuhan, dia mahu menemani isterinya saat Azreen melahirkan zuriat sulung mereka kelak.

“Abang pernah dengar tak pepatah ni? Patah tumbuh hilang berganti?” Tanya Azreen seraya melentokkan kepala ke bahu suaminya.

“Pernah. Tapi bagi abang perkara tu takkan terjadi dalam hidup abang. In lah satu-satunya. Takkan ada yang boleh gantikan In.” Luah Farique.

“Kuasa Allah kita tak tahu kan bang? Memang lumrah dunia, patah tumbuh hilang berganti. Tiada apa yang mustahil,” bicara Azreen lagi.

“Kenapa sayang cakap macam tu? Dah, cepat kita tukar topik. Nanti abang merajuk dengan In,” ungkap Farique seraya tersenyum.

Azreen merenung sayu suaminya. Dia mengusap perut yang kian memboyot. Berkerut wajah Azreen apabila tiba-tiba perutnya seakan memulas. Tangan Farique digenggam kuat.

“Kenapa In? In?”

“Sakit bang…” adu Azreen.

***

Perlahan-lahan Farique membuka matanya. Pandangan yang masih berbalam membuatkan matanya terasa sedikit senak. Suara rengekan bayi menyentuh perasaan jejaka ini. Menitis air matanya saat terpandangkan ibu sedang memegang zuriat yang menjadi pengganti isterinya. Azreen telah pergi buat selamanya akibat komplikasi embolisme paru-paru akut. Mereka tidak sempat membesarkan zuriat bersama-sama.

Malah, dia tidak sempat menatap wajah Azreen buat seketika pun. Jika diikutkan hati, dia sudah tidak mahu mendapatkan kembali penglihatan. Namun mengenangkan zuriat tersayang, dia menukar fikirkan. Meskipun Azreen sudah tiada, namun dia akan dapat melihat pantulan Azreen dari dalam diri si kecil ini.


Ini Iklan.Silakn Tgk.

Tinggalkan Link Anda Disini